Pengertian Semantik
Ketika seseorang menyanyakan tentang hakikat sesuatu, maka sesungguhnya ia telah menanyakan banyak perkara. Terkadang seseorang menanyakan pengertian konseptual suatu kata, maka sesungguhnya ia telah bertanya tentang pengertian kata itu sendiri. Dalam menanyakan tentang pengertian suatu perkara, maka kita berusaha untuk mengetahui pengertian yang bersifat leksikal dan idomatik dari kata tersebut. Sebagai contoh ketika kita menyanyakan tentang kata Kalimah dalam bahasa Arab, maka menurut terminologi ahli logika bahwa kata Kalimah sama dengan Fi'il, tetapi terminologi yang dikemukakan oleh ahli tata bahasa akan berbeda dengan terminologi yang telah di kemukakan oleh ahali logika, sehingga satu kata bisa saja memiliki pengertian yang beragam dalam dalam berbagai konteks. Jadi satu kata yang memiliki dua arti atau lebih dalam satu kumpulan disebut dengan pengertian-pengertian verbal.
Terkadang seseorang mencari pengertian suatu kata, maka yang dicari bukanlah arti idiomatik dari kata tersebut melainkan realitas yang dirujuk oleh kata tersebut. Sebagai contoh ketika kita mencari jawaban dari pertanyaan "apa itu manusia", maka kita akn mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang berkaki dua, berpostur dan dapat berbicara. Sebaliknya, kita berusaha untuk mengetahui identitas dan realitas makhluk manusia itu, maka jawaban yang benar dalam masalah ini disebut dengan defenisi nyata.
Pengertian yang bersifat verbal terlebih dahulu dikemukakan kemudian defenisi nayata, artinya bahwa ketika seseorang ingin mengetahui keapaan sesuatu, maka pertama-tama ia harus memastikan pengertian konseptual sesuatu tersebut kemudian menggambarkan pengertian nyata yang dirujuk oleh kata tersebut. Jika hal ini tidak dilakukan, maka akan terjadi kekeliruan dan perselisihan tanpa batas. Sebab suatu kata dapat memiliki arti leksikal dan idiomatik yang berbeda.
Kegagalan dalam memastikan pengertian sebuah kata dari realitas rujukannya yang terkadang mengakibatkan perubahan dan evolusi menggantikan pengertian leksikal sebuah kata dengan sesuatu yang dianggap sebagai pengertian nyata. Sebagai contoh bahwa suatu kata memiliki makna keseluruhan yang kemudian terjadi perubahan dalam penggunaannya sehingga mengira bahwa makna keseluruhan itu telah terpecah padahal sesungguhnya keseluruhan itu tidak mengalami perubahan yang ada hanyalah perubahan arti karena digunakan untuk bagian dari keseluruhan makna tersebut.
Kesalahan semacam inilah yang terjadi dalam memberikan pengertian terhadap kata filsafat sehingga apa yang dipandang oleh suatu kelompok tentang filsafat berbeda dengan apa yang dipandang oleh kelompok lain yang pada akhirnya mengakibatkan defenisi yang berbeda dan kelompok yang berbeda menolak defenisi kelompok lain.
Defenisi "Filsafat"
Kata filsafat diambil dari bahasa Yunani yang merupakan penggabungan antara kata philos yang berarti cinta dan shopia yang berarti kebijaksanaan, dari kata yang kemudian Plato menyebut Socrates sebagai seorang philosophos. Kata philosophis kemudian terarabisasi dengan kata falsafah dalam bentuk mashdar yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof.
Sebelum masa Socrates terdapat satu kelompok yang menamakan diri dengan sophistes yang berarti cendekiawan atau sarjana. Akan tetapi kelompok ini menjadikan manusia sebagai ukuran realitas dan menggunakan hujah-hujah keliru, sehingga kata sophis kehilangan arti yang sesungguhnya. Dari sini kita memiliki kata shiphistri yang berarti cara berpikir yang menyesatkan atau dalam bahasa arab disebut dengan safashthah.
Sisebabkan karena hal itu, maka Socrates tidak rela disebut sebagai seorang sophistes melainkan ia lebih memilih untuk disebut sebagai philosophos. Sebutan ini tidak digunakan oleh orang-orang sebelum Socrates dan tidak juga kepada orang setelahnya, bahkan Aristoteles tidak menggunakan istilah ini untuk dirinya.
Pemakaian Kata"Filsafat" dikalangan Filosof Muslim
Kaum muslim kemudian mengadopsi kata filsafat kemudian memberinya kata Arab dan nuansa timur yang kemudian digunakan untuk ilmu-ilmu yang bersifat rasional murni, secara umum pemakaian filsafat dikalangan para filosof muslim tidak merujuk kepada suatu disiplin ilmu tertentu melainkan kepada seluruh cabang dan bidang ilmu dan sains-sains rasional, sehingga orang yang berhak untuk disebut sebagai seorang filosof apabila menguasai seluruh ilmu dan sains-sains rasional.
Ketika para filosof muslim ingin mengembangkan klasifikasi filsafat menurut Aristoteles dengan menggunakan istilah Arab falsafah atau hikmah, maka mereka mengatakan bahwa "filsafat dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu : Filsafat teori dan praktis.
Adapun filsafat teori dapat dibagi kedalam tiga bagian yaitu : filsafat tinggi atau teologi dengan dua bagian yaitu: fenomenologi umum dan teologi, filsafat menengah atau matetamitaka dibagi menjadi empat bagian yaitu: aritnatika, geometri, astronomi dan musik, dan filsafat rendah yang bebicara tentang kealaman. Adapun filsafat praktis terbagi atas etika, ekonomi domestik dan sivics.
Filsafat Yang Benar
Kata "filsafat" menurut para folosof kuno memiliki dua arti : Pertama, pengertian umum dari pengetahuan rasional apa adanya yang meliputi semua sains kecuali yang didaptkan melalui pewahyuan. Kedua, pengertian lain yang jarang dipakai yaitu teologi atau filsafat tinggi.
Dari defenisi para folosof masa lalu maka terdapat dua kemungkinan, Pertama, bahwa filasafat meliputi semua sains yang tidak diwahyukan atau dengan kata lain bahwa filsafat adalah penyempurnaan jiwa manusia baik dari sudut teoritis maupun praktis. Kedua, menetapkan defenisi khusus tentang filsafat yaitu: meliputi suatu sains tentang keadaan-keada wujud dipandang dari segi kewujudannya bukan dari segi individuasinya yang khusus.
Maka dari itu ketika kita mempelajari tentang organologi alam makhluk maka studi kita disebut dengan sains, sementara ketika kita melakukan studi tentang fisiologi alam semesta secara menyeluruh, maka studi itu disebut dengan filsafat.
Jadi ketika kita bertanya tentang apa itu filsafat? Maka jawabannya adalah bahwa kata filsafat memiliki pengertian tertentu dalam kelompok tertentu. Diantara para filosof muslim mendefenisikan bahwa filsafat adalah meliputi semua ilmu dan sains-sains rasional dan sangat sedikit yang mendefenisikannya sebagai suatu sains yang membahas tentang aspek wujud universal dimana pendefenisian kedua merupakan filsafat yang sesungguhnya.
Metafisika
Aristoteles adalah folosof pertama yang membedakan antara sains metafiska dengan sains-sains lain yang kemudian memperluas sains ini secara independen dengan memberikannya tempat khusus dari sains-sains yang lain. Pembedaan yang dilakukan oleh Aristoteles melihat bahwa seluruh persoaln beputar pada satu sumbu sebagai aksiden dan keadaan yang bersumber dari wujud qua wujud dalam artian bahwa metafisika merupakan pembicaraan tentang prinsip-prisip yang paling universal yang merupakan watak yang sangat mendasar dari suatu benda.
Metafisika yang dikembangkan oleh Aristoteles disalah artikan secara verbal yang berimplikasi pada kesalah pahaman tentang metafisika, maka akibat dari kesalah pahaman ini yang pada akhirnya terdapat kelompok yang mendefenisikan bahwa Metafisika adalah "Sains yang berkaitan semata-mata dengan tuhan dan fenomena yang terpisah dari alam"
Filsafat di Zaman Moderen
Yang membedakan antara filsafat kuno dan modern adalah digantikannya metode silogistik dan rasional dalam sain dengan metode empiris dan eksperimental, mereka melihat bahwa bagunan ilmu pengetahuan telah memishakan diri dari wilayah silogistik kepada wilayah eksperimental, adapun matematika mengambil karakter semi silogisti, semi ekperimental.
Setelah hal ini berlangsung lama kemudian beberapa filosof mulai menafikan metode silogistik dengan alasan bahwa sebuah sains yang tidak dapat dijangkau oleh metode eksperimental konkrit dengan hanya menggunakan metode silogistik maka sains tersebut dianggap tidak memililki landasan.
Kelompok lain tetap mempertahankan adanya metode silogistik yang harus digunakan dalam metafisika dan etika, untuk mempertahankan kebradaan metode silogistik dalam dunia filsafat kelompok ini kemudian mengemukakan terminologi baru yaitu : "Segala yang berbetuk riset dmelalui metode eksperimental disebut dengan sains, dan segala bidang ilmu yang harus didekati dengan silogistik seperti metafisika, etika, dan logika adalah filsafat". Secara zhahir terminologi ini memiliki kesepahaman bahwa filsafat bersifat generik atau universal, akan tetapi pengertian tersebut memberikan ruang sempit damana filsafat dibatasi dengan ilmu metafisika, etika, logika, hukum dan bidang ilmu sejenisnya, namun matematika dan ilmu-ilmu alam berada diluar dari cakupannya.
Namun, perlu untuk kita ketahui bahwa filsafat di zaman modern mengacu pada semua bidang ilmu dan memiliki terminologi yang berbeda pada setiap bidangnya.
Perpisahan Sains dan Filsafat
Kekeliruan terbesar yang terjadi dimasa kita adalah mitos terpisahnya antara sains dan filsafat, padahal kata filsafat pada masa lalu meliki pengertian tentang pengetahuan rasional, bukan pengetahuan tentang wahyu. Dalam pemaknaan seperti ini berarti filsafat merupakan kata yang bersifat generik dan bukan sebuah nama.
Sementara itu pada zaman moderen kata filsafat menjadi terbatas terbatas pada metafisika, logika, etika dan sejenisnya, sementara sains berada diluar jangkauan filsafat. Semua tidak lebih diakbatkan oleh perubahan linguistik yang kemudian disalah artikan sebagai perubahan makna.
20081221
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kami mengharapka koreksi dan komentar anda